Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PEMATANG SIANTAR
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2023/PN Pms Mayeni Jessiana Kapolri Cq. Kapolda Sumut Cq. Kapolres Pematang Siantar Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 14 Feb. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2023/PN Pms
Tanggal Surat Selasa, 14 Feb. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Mayeni Jessiana
Termohon
NoNama
1Kapolri Cq. Kapolda Sumut Cq. Kapolres Pematang Siantar
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

PERMOHONAN PRAPERADILAN

ATAS NAMA PEMOHON

MAYENNI JESSIANA

Terhadap;

Surat Perintah Penghentian Penyidikan atas Laporan Polisi atas Nama Pelapor

MAYENI JESSIANA atas dugaan tindak pidana “Perampasan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHPidana yang dilakukan oleh Pihak PT. MPN (Mitra Panca Nusantara) dan PT.FIF Cabang Kota Pematangsiantar oleh Kepala Kepolisian Polres Pematangsiantar

 

MELAWAN

 

Kepala Kepolisian Republik Indonesia cq. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara cq. Kepala Kepolisian Resort Pematangsiantar

Oleh;

Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum

LEMBAGA BANTUAN HUKUM PARSAORAN CABANG SIMALUNGUN

DI PENGADILAN NEGERI PEMATANGSIANTAR

 

 

Pematangsiantar, 13 Februari 2023

 

Kepada Yth,

KETUA PENGADILAN NEGERI PEMATANGSIANTAR

Jl. Sudirman No. 25

Kota Pematangsiantar

 

Hal : Permohonan Praperadilan atas Nama MAYENI JESSIANA

 

Dengan hormat,

Yang bertanda dibawah ini :

 

MARIHOT FRANDUS SINAGA S.H.,
RUTH NAOLA PURBA, S.H.,

 

Masing-masing sebagai Advokat/Penasehat Hukum pada LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PARSAORAN CABANG SIMALUNGUN, beralamat di Jalan Kenari I No. 08, Nusa Harapan Kec. Siantar, Kab. Simalungun, Sumatera Utara – 21151. Berdasarkan SURAT KUASA KHUSUS, Tertanggal 10 Februari 2023, yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa,

 

selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------------------------------------------------------- PEMOHON

 

MELAWAN

 

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Cq. Kepala Kepolisian Resor Pematangsiantar yang beralamat di Jl. Sudirman No. 08, Pematangsiantar.

 

Untuk selanjutnya disebut sebagai  ----------------------------------------------------------------------- TERMOHON

 

Bahwa untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Surat Perintah Penghentian Penyidikan atas Laporan Polisi Nomor: LP/B/314/IV/2022/SPKT/POLRES PEMATANG SIANTAR/POLDA SUMATERA UTARA pada tanggal 22 April 2022 atas Nama Pelapor  MAYENI JESSIANA, dalam dugaan Tindak Pidana tindak pidana “Perampasan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHPidana yang dilakukan oleh Pihak PT. MPN dan PT.FIF Cabang Kota Pematangsiantar oleh Kepala Kepolisian Resor Kota Pematangsiantar.

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

 

DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan Hak Asasi Manusia. Menurut Andi Hamzah (1986-10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadlan menjadi satu mekanisme control terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari Penyidik atau Penuntut Umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai Tersangka/Terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Disamping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.

 

Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 77 huruf (a) KUHAP :

“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penggeledahan dan penyitaan”.

 

Bahwa dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 huruf (a) KUHAP Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata–nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang sehingga bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik system hukum di Negara mana pun apalagi di dalam system hukum common law, yang telah merupakan bagian dari system hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut “terobosan hukum” (legal- breakthrough) atau hukum yang pro rakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.

 

Bahwa selain itu telah terdapat beberapa Putusan Pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak pelapor, sehingga Lembaga Praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penghentian penyidikan oleh Kepolisian seperti yang terdapat dalam perkara berikut ini:

 

Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi Nomor 2/Pid.Pra/2021/PN Byw tanggal 1 Oktober 2021;
Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 3/Pid.Pra/2021/PN DPK tanggal 2 November 2021;
Putusan Pengadilan Negeri Makasar Nomor 7/Pid.Pra/2018/PN Mks tanggal 18 Juni 2018;
Dan lain sebagainya.

 

Bahwa melalui Putusan tersebut diatas demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan putusan tersebut Penghentian Penyidikan merupakan bagian dari wewenang Praperadilan, Mengingat bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

 

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

TERLAPOR TERMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA

 

Bahwa, melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang slaah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkontitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;

 

Bahwa, Mahkamah Konstitusi beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa “bukti permulaan”, dan “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU.No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti;

 

Bahwa, sebagaimana diketahui Terlapor tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas sebagai Terlapor, Hal itu dapat Pemohon buktikan berdasarkan pada Surat yang diterima oleh Pemohon dari Termohon adalah;

Surat Perkembangan Pemberitahuan Hasil Penyidikan Perkara Nomor : B/391/V/2022/Reskrim tertanggal 17 Mei 2022 yang diterima Pemohon, yang diberikan oleh Termohon dalam menetapkan Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor, dan dalam isinya telah menunjuk BRIPKA ADE GUNTARA selaku Pentidik Pembantu menangani Perkara Pemohon serta akan melakukan wawancara terhadap saksi-saksi maupun mengumpulkan barang bukti sehubungan perkara yang dilaporkan Pemohon,
Surat Perkembangan Pemberitahuan Hasil Penyidikan Perkara Nomor : B/570/VII/2022/Reskrim tertanggal 12 Juli 2022 yang diterima Pemohon, yang diberikan oleh Termohon dalam menetapkan Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor, dan dalam isinya Termohon telah melakukan wawancara terhadap MAYENI JESSIANA,MARIHOT FRANDUS SINAGA,MOBBY VIYATA MANIK, JOHANIFER H.HALOHO , Selanjutnya Termohon akan melakukan wawancara terhadap PT.MPN(Mitra Panca Nusantara),
Surat Perkembangan Pemberitahuan Hasil Penyidikan Perkara Nomor : B/855/IX/2022/Reskrim tertanggal 28 September 2022 yang diterima Pemohon, yang diberikan oleh Termohon dalam menetapkan Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor, dan dalam isinya Termohon telah melakukan wawancara terhadap MAYENI JESSIANA,MARIHOT FRANDUS SINAGA,MOBBY VIYATA MANIK, JOHANIFER H.HALOHO , MUHALIM SUKARDI,SE Selanjutnya Termohon akan melakukan wawancara terhadap DANIEL PARDEDE dan PARMA MANIK yang diduga melakukan perampasan terhadap 1(satu) unit sepedamotor YAMAHA Mio ME 125 No. Pol B 4809 BJR serta mengirimkan surat undangan Klarifikasi ke Pihak PT.FIF Cabang Kota Pematangsiantar,
Surat Perkembangan Pemberitahuan Hasil Penyidikan Perkara Nomor : B/918/X/ 2022/ tertanggal 13 Oktober 2022 yang diterima Pemohon, yang diberikan oleh Termohon dalam menetapkan Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor, dan dalam isinya Termohon telah melakukan wawancara terhadap MAYENI JESSIANA,MARIHOT FRANDUS SINAGA,MOBBY VIYATA MANIK, JOHANIFER H.HALOHO, MUHALIM SUKARDI SINAGA, SE, PARMA JEKSON MANIK, DANIEL PARDEDE , Selanjutnya Termohon akan mengirimkan surat undangan Klarifikasi ke Pihak PT.FIF Cabang Kota Pematangsiantar,
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Perkara Nomor : B/136/II/2023/Reskrim tertanggal 6 Februari 2023, yang diberikan oleh Termohon dalam menetapkan Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor, dan dalam isinya telah dilakukan gelar perkara  dan berdasarkan gelar perkara tersebut, terhadap Perkara yang dilaporkan Pemohon dihentikan dikarenakan bukan peristiwa tindak pidana,

 

tanpa melakukan wawancara terlebih dahulu terhadap PT. FIF Cabang Kota Pematangsiantar yang melakukan penyimpanan terhadap barang bukti yang dirampas, sebagaimana dimaksud dalam Surat Perkembangan Pemberitahuan Hasil Penyidikan Perkara Nomor : B/918/X/ 2022/ tertanggal 13 Oktober 2022 yang diterima Pemohon, serta Pemohon sudah diberikan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor SPPP/10/II/2023 Reskrim tertanggal 6 Februari 2023;

 

Bahwa, Pemohon tidak pernah menerima nama-nama dari Pihak PT. FIF Cabang Kota Pematangsiantar yang sudah dimintai keterangan terlebih dahulu oleh Termohon sebagai Terlapor. Dimana PT.FIF Cabang Kota Pematangsiantar melakukan penyimpanan terhadap barang bukti yang dirampas oleh Terduga pelaku perampasan sepeda motor yang dilaporkan Pemohon;

 

Bahwa, untuk itu berdasarkan pada pertemuan yang katanya adalah Gelar Perkara, namun tidak menghadirkan pihak Terlapor, yang berlangsung pada hari selasa 31 Januari 2023 yang lalu, kami selaku Tim Kuasa hukum yang diundang dalam pertemuan tersebut, pada saat sesi untuk berdiskusi, peserta Gelar terkesan bersikap mengintimidasi dan diskriminasi serta membela PT. FIF Cabang Pematang Siantar dan PT.MPN dengan mengalihkan kronologis kejadian yang merupakan peristiwa Hukum dalam dugaan tindak pidana yang dilakukan dengan Peristiwa Hukum lainnya yang tidak berkaitan dengan Perbuatan Pidana yang dilaporkan, dimana peserta gelar berfokus pada permasalahan Perdata pada perikatan proses kepemilikan sepeda Motor yang dirampas tanpa mengupas keterangan atas proses Perampasan sepeda motor oleh PT.MPN dan PT. FIF Cabang Kota Pematangsiantar;

 

Bahwa, dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan Terlapor merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus di BATALKAN tentang Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor SPPP/10/II/2023 Reskrim terhadap diri Terlapor oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A quo.

 

TIDAK PERNAH ADA PENYELIDIKAN ATAS DIRI PEMOHON

 

Bahwa, sebagaimana diakui baik oleh Pemohon, bahwa Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor SPPP/10/II/2023 Reskrim tertanggal 6 Februari 2023 atas laporan Polisi Pemohon baru diketahui oleh Pemohon hanya berdasarkan Surat Perkembangan Pemberitahuan Hasil Penyidikan Perkara Nomor : B/918/X/2022 tertanggal 13 Oktober 2022 yang diterima Pemohon dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Perkara Nomor : B/136/II/2023/Reskrim tertanggal 6 Februari 2023;

 

Bahwa, apabila mengacu kepada Berita Acara Pemeriksaan dan 2 (dua) Surat Perkembangan hasil penyidikan perkara tersebut, bahwa seharusnya Termohon memberitahukan Berita Acara Pemeriksaan Terlapor yang mengakibatkan dihentikannya Laporan Polisi Pemohon;

 

Bahwa, hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan (hal.101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada Penuntut Umum;

 

Bahwa, lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh Pejabat Penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mugkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindakan pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. “Yahya Harahap (Ibid, hal 102) juga menyatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon”.

 

Bahwa, Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan 2 hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenan dengan Pemohon sebagai Pelapor dengan tidak diberitahukannya alasan yang konkrit Penghentian Penyidikan terhadap Terlapor dan diterbitkannya surat perintah penghentian penyelidikan atas diri Terlapor, maka dapat dikatakan surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.

 

 

TERMOHON TIDAK JELAS DALAM MENETAPKAN PERINTAH PENGHENTIAN PENYELIDIKAN ATAS DIRI TERLAPOR

 

Bahwa, Termohon dalam menetapkan Perintah Penghentian Penyelidikan Atas Diri Terlapor dalam dugaan tindak pidana “Perampasan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHPidana yang dilakukan oleh Pihak PT. MPN dan PT. FIF Cabang Kota Pematangsiantar; oleh Kepala Kepolisian Resort Kota Pematangsiantar berdasar pada gelar perkara yang namun tidak menghadirkan pihak-pihak Terlapor, yang berlangsung pada hari selasa 31 januari 2023 yang sangat Pemohon ragukan penyelidikannya, hal ini berdasar pada kenyataan di tempat kejadian perkara , Pemohon sudah menjelaskan sebagai berikut , yaitu dimana para Terlapor yang mengaku sebagai Debt collector yang melakukan penarikan tidak :

Menunjukkan surat Tugas,
Surat sertifikat keahlian sebagai Debcolletor yang bersertifikat,
Surat Penetapan dari Pengadilan atas kepastian hukum sepedamotor yang dirampas,
Pengambilan sepedamotor tidak sesuai Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/202, sebagaimana Debcollector dalam mengambil sepedamotor tidakla dengan sukarela dari pengemudi yang mengemudi sepedamotor tersebut yakni Pemohon , akan tetapi dengan merampas dan melakukan intimidasi terhadap pengendara sepedamotor tersebut dengan terlebih dahulu menggiring Pemohon ke suatu tempat untuk selanjutnya sepedamotor disembunyikan oleh Terlapor dan Pemohon disuruh pulang tanpa sepedamotor yang diambil Terlapor,
Pelaksanaan Eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan Debcollector tidak didampingi oleh pihak kepolisian sebagaimana diatur dalam Keputusan kapolri Nomor 8 tahun 2011;

 

Bahwa, berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap penyelidikan yang dilakukan oleh Termohon dalam hal melakukan tugasnya dan menetapkan Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor dalam dugaan Tindak Pidana “Perampasan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHPidana yang dilakukan oleh Pihak PT.MPN dan PT. FIF Cabang Kota Pematangsiantar dihentikan Penyelidikannya oleh Kepala Kepolisian Resort Kota Pematangsiantar. Hal ini dipertegas kepada pihak Kepolisian Resor Kota Pematangsiantar sesuai Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor SPPP/10/II/2023 Reskrim tertanggal 6 Februari 2023;

 

Bahwa, saat Pemohon membaca Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor SPPP/10/II/2023 Reskrim tertanggal 6 Februari 2023 hanya menerangkan bahwa Penghentian Penyelidikan terhadap perkara tindak pidana “Perampasan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHPidana yang terjadi pada hari Rabu, 13 April 2022 dihentikan karena Bukan Merupakan Peristiwa Tindak Pidana:

 

Bahwa, tindakan yang dilakukan oleh Termohon yang menetapkan Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor dihentikan Penyelidikannya terhadap Terlapor terlihat begitu “dipaksakan” karena Pemohon tidak mengetahui apa alasan yang sah dan konkret sebab kejadian perampasan yang dilakukan pihak Terlapor yaitu PT. MPN dan PT. FIF Cabang Kota Pematangsiantar harus dihentikan;

 

Bahwa, atas Laporan Polisi dari Pelapor yakni Pemohon tersebut Pihak Kepolisian Resort Kota Pematangsiantar tidak menerangkan siapa saja pihak PT.FIF Cabang Kota Pematangsiantar yang sudah di periksa dalam Berita Acara Pemeriksaan pada Terlapor. Laporan Polisi Pemohon sudah dinyatakan dihentikan oleh Kepolisian Resort Kota Pematangsiantar;

 

Bahwa, hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Penyidik, dimana Penyidik dengan kekuasaannya langsung menetapkan Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor tanpa pernah diberitahukan siapa saja Pihak PT. FIF Cabang Kota Pematangsiantar yang sudah diperiksa dalam Berita Acara Pemeriksaan sebagai saksi atas Laporan Polisi yang dibuat terhadap Termohon, dengan demikian sangat bertentangan dengan makna sesungguhnya dari pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri. Hal mana dalam proses Penyelidikan tentulah Terlapor harus diperiksa lebih dahulu dalam Berita Acara Pemeriksaan sebagai orang yang diduga Pelaku Tindak Pidana harus dilakukan Penyelidikan sesuai dengan Prosedur yang berlaku. Sedangkan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Hal itu sesuai dengan pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP;

 

Bahwa, Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Pemohon yang mengeluarkan  Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor SPPP/10/II/2023 Reskrim tertanggal 6 Februari 2023 maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum.

 

PENETAPAN SURAT PENGHENTIAN PENYELIDIKAN ATAS LAPORAN POLISI PEMOHON SEBAGAI PELAPOR MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN AZAS KEPASTIAN HUKUM

 

Bahwa, Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga negarapun telah menuangkan itu ke dalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam proses penegakan Hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka Negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan;

 

Bahwa, upaya Penghentian Penyelidikan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Terlapor jelas-jelas merupakan tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Termohon atas kekuasaan yang ada pada diri Termohon tanpa lebih dahulu melalukan Penyelidikan dan Penyidikan yang jelas dan terkesan terlalu dipaksakan perkara ini untuk menetapkan Laporan Polisi Pemohon harus dihentikan;

 

Bahwa, sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Karena kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum

 

Bahwa, dalam hukum administrasi Negara, Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan penyalahgunaan Wewenang. Yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Mencampur adukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi Negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau wewenang pejabat atau badan lain”,

 

Bahwa, sebagaimana telah Pemohon uraikan di atas, bahwa Surat Penghentian Penyelidikan atas Laporan Polisi Pemohon terhadap Terlapor dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku;

 

Bahwa, Sehingga apabila putusan dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A quo sebagaimana ditulis panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) UU No.34 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :

 

Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) hurf a merupakan Keputusan yang tidak sah”;
Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal dan atau dapat dibatalkan;

 

Bahwa, berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor dihentikan penyelidikannya yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pematangsiantar yang memeriksa perkara a quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan terhadap Laporan Polisi Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

 

PERMOHONAN

 

Berdasarkan seluruh uraian diatas, Pemohon dengan hormat kepada Ketua Pengadilan Negeri Simalungun cq. Hakim Pemeriksa Permohonan Praperadilan aquo untuk berkenan kiranya menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

 

M E N G A D I L I :

 

Menyatakan menerima dan mengabulkan Permohonan Praperadilan untuk seluruhnya;

 

Menyatakan tidak sah Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor SPPP/10/II/2023 Reskrim tertanggal 6 Februari 2023 yang dilakukan oleh Termohon terhadap Laporan Polisi Pemohon sebagai Pelapor dalam dugaan Tindak Pidana “Perampasan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHPidana yang terjadi pada hari Rabu, 13 April 2022 oleh PT FIF Cabang Kota Pematangsiantar dalam perkara a quo karena tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;.

 

Menyatakan tidak sah  segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon berkenaan dengan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor SPPP/10/II/2023 Reskrim tertanggal 6 Februari 2023 atas diri Terlapor;

 

Mengembalikan Kedudukan, Harkat Dan Martabat Pemohon kepada semula;

 

Menetapkan biaya perkara dibebankan menurut ketentuan hukum yang berlaku;

 

Atau ,

 

 

Apabila Pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Demikian Permohonan Praperadilan disampaikan, atas perhatian dan perkenaan Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar Cq. Hakim Praperadilan Pemeriksa Permohonan aquo diucapkan terima kasih.

 

Hormat Pemohon Praperadilan,

Kuasa Hukumnya

LEMBAGA BANTUAN HUKUM PARSAORAN

CABANG SIMALUNGUN

 

 

 

 

 

MARIHOT FRANDUS SINAGA S.H.,                                RUTH NAOLA PURBA, S.H.,

Pihak Dipublikasikan Ya