Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PEMATANG SIANTAR
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2020/PN Pms Hartadi Tani Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Jakarta Cq Kepala BBPOM Medan Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 01 Okt. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penggeledahan
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2020/PN Pms
Tanggal Surat Kamis, 01 Okt. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Hartadi Tani
Termohon
NoNama
1Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Jakarta Cq Kepala BBPOM Medan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

PERMOHONAN PRAPERADILAN

ATAS NAMA PEMOHON

HARTADI TANI

Terhadap

 

Penggeledahan dan Penyitaan Barang milik Pemohon dalam dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 Undang – Undang RI No. 18 Tahun 2012

Tentang Pangan

 

MELAWAN

 

Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia yang beralamat di Jl. Percetakan Nomor 23, Jakarta Pusat, Cq. Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di Medan yang beralamat di Jalan Willem Iskandar Pasar-V

Barat –I-No.2, Medan

Oleh

 

Advokat / Penasehat Hukum pada Kantor Hukum

LEMBAGA BANTUAN HUKUM SIANTAR-SIMALUNGUN

(LBH S-S)

 

Pematangsiantar,      September 2020

 

Kepada Yth,

KETUA PENGADILAN NEGERI PEMATANGSIANTAR

Jl. Sudirman No. 15

Kota Pematangsiantar

 

Hal : Permohonan Praperadilan atas Nama HARTADI TANI

 

Dengan hormat,

Yang bertanda dibawah ini :

 

BESAR BANJARNAHOR, S.H                3.  RUTH NAOLA PURBA, S.H
DAME JONGGI GULTOM, S.H             4.  KESITA EVA L.TOBING, S.H.,MH

Masing-masing sebagai Advokat/Penasehat Hukum pada LEMBAGA BANTUAN HUKUM SIANTAR-SIMALUNGUN (LBH S-S), yang beralamat di Jalan S.Parman No.25, Kota Pematangsiantar. Berdasarkan SURAT KUASA KHUSUS PIDANA No.1/SK.PRA.PID/LBH S-S/IX/2020 tertanggal 23 September 2020, yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa. 

Untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON -----------------------------------------------------------

 

MELAWAN

 

Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia yang beralamat di Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, Cq.

Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di Medan yang beralamat di Jl. Willem Iskandar Pasar-V Barat –I-No.2, Medan

 

Untuk selanjutnya disebut sebagai TERMOHON ------------------------------------------------------

 

Bahwa untuk mengajukan permohonan Praperadilan terhadap Penggeledahan dan Penyitaan Barang milik Pemohon dalam dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 Undang – Undang RI No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan .

 

Adapun yang menjadi alasan permohonan Pemohon adalah sebagai berikut :

 

DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

Perlu dipahami dan diketahui bahwa terlahirnya lembaga Praperadilan adalah karena terinspirasi oleh prinsip-prinsip yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap Hak Asasi Manusia khususnya Hak Kemerdekaan. Habeas Corpus Act memberikan hak pada seseorang melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya melaksanakan hukum pidana formil tersebut benar- benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah  memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak- hak asasi manusia;

 

Bahwa menurut Luhut M. Pangaribuan, lembaga Praperadilan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), IDENTIK dengan lembaga pre-trial yang terdapat di Amerika Serikat yang menerapkan prinsip Habeas Corpus, yang mana pada dasarnya menjelaskan bahwa di dalam masyarakat yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin hak kemerdekaan seseorang;

 

Bahwa pada hakekatnya pranata Praperadilan sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Bab XII Bagian Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan sarana untuk mengawasi secara horizontal terhadap penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (in casu Penyelidik, Penyidik dan Penuntut Umum) guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon. Dalam hal wewenang dilaksanakan secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, dengan maksud atau tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang tersebut dilakukan melalui paranata Praperadilan, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia setiap warga negara (in casu Pemohon);

 

Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan  atau penuntutan;

 

Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah untuk menegakan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar  dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau perundang-undangan lainnya;

 

Bahwa pakar hukum pidana Indonesia, M. Yahya Harahap menyatakan bahwa salah satu fungsi upaya hukum Praperadilan adalah sebagai pengawasan horizontal atas segala tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar benar-benar tindakan tersebut  tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan perundang-undangan;

 

Bahwa senada dengan pendapat di atas, Loebby Loqman menyatakan bahwa fungsi pengawasan horizontal terhadap proses pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh lembaga Praperadilan juga merupakan bagian dari kerangka sistem peradilan pidana terpadu yaitu untuk menciptakan suatu proses penegakan hukum yang didasarkan pada kerangka due process of law;

 

Bahwa sebagaimana dituangkan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melalui Putusannya Nomor : 21/PUU-XII/2014, tertanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan Penggeledahan dan Penyitaan, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

 

Mengadili,

Menyatakan :

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :

[dst]
[dst]
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tanbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tanbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;

 

Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penggeledahan dan Penyitaan; merupakan bagian dari wewenang Praperadilan, Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan. Dengan kata lain, tujuan utama dari pranata Praperadilan adalah untuk menjamin hak-hak seseorang (in casu Pemohon) dari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Sehingga putusan Praperadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat dilakukan banding atau kasasi dan tentu saja putusan Praperadilan tidak dapat dibatalkan atau dianggap batal oleh satu surat keterangan.

 

Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenarnya memberikan peringatan akan beberapa hal sebagai berikut :

 

Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang- wenang.
Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.

 

Bahwa menurut pendapat Indriyanto Seno Adji, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan- tindakan Kepolisian dan/atau Kejaksaan (termasuk Termohon sebagai  salah satu institusi yang juga berhak menyidik) yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu;

 

Bahwa Penggeledahan dan Penyitaan Barang milik Pemohon (in casu Pemohon), yang tidak dilakukan berdasarkan hukum atau dilakukan secara tidak sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan nya melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit atau ruh atau jiwa dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), juga sesuai dan dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi Negara dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

 

Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dengan sangat jelas bahwa:
Pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia berbunyi sebagai berikut:

“Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”.

 

Bahwa tindakan penyidik untuk melakukan Penggeledahan dan Penyitaan merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan  dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Sebaliknya, apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (Penggeledahan dan Penyitaan) tidak dipenuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/dibatalkan;

 

Bahwa secara khusus, Pasal 32-34 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur tentang Proses Penggeledahan   merupakan pedoman terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dalam melakukan upaya Penggeledahan;

 

Bahwa secara khusus, Pasal 38 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur tentang Proses Penyitaan atas barang-barang yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP merupakan pedoman terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (PPNS BBPOM) dalam melakukan upaya Penyitaan;

 

Bahwa terhadap Penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon di rumah Pemohon yang beralamat di Jl. Prambanan Lk-II No 30 Kel. Melayu, Kec. Siantar Utara Kota Pematangsiantar atas barang milik Pemohon berdasarkan SURAT PERINTAH PENGGELEDAHAN Nomor 19/SP-DAH/PPNS/BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020 tidak berdasarkan atau tidak berpedoman kepada Pasal 33 KUHAP sebagai aturan umum yaitu Termohon Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di Medan;

 

Bahwa terhadap Penyitaan Barang yang dilakukan oleh Termohon di rumah Pemohon yang beralamat di Jl. Prambanan Lk-II No 30 Kel. Melayu, Kec. Siantar Utara Kota Pematangsiantar atas barang milik Pemohon berdasarkan SURAT PERINTAH PENYITAAN   Nomor : 19/SP-SITA/PPNS/ BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020 tidak berdasarkan atau tidak berpedoman kepada Pasal 39 ayat (1) KUHAP sebagai aturan umum yaitu Termohon Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di Medan;

 

Bahwa berdasarkan alasan hukum dan fakta sebagaimana diuraikan di atas, maka Pemohon mempunyai kedudukan hukum (Legal Standing) dan beralasan hukum untuk mengajukan permohonan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Pematangsiantar Kls IB karena Pemohon telah memenuhi kualifikasi sebagai Pemohon Praperadilan dan juga Pemohon mempunyai hak yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mengajukan praperadilan atas Penggeledahan dan Penyitaan barang milik Pemohon oleh Termohon atas dugaan Tindak Pidana dibidang obat dan makanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan;

 

ALASAN PEMOHON MENGAJUKAN PRAPERADILAN

 

Bahwa Pemohon sangat berkeberatan atas Penggeledahan dan Penyitaan Barang berupa Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 Karung milik Pemohon yang dilakukan oleh Termohon berdasarkan SURAT PERINTAH PENGGELEDAHAN Nomor 19/SP-DAH/PPNS/BBPOM/IX/ 2020 tertanggal 11 September 2020, SURAT PERINTAH PENYITAAN   Nomor : 19/SP-SITA/PPNS/ BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020 dan SURAT TANDA PENERIMAAN BARANG BUKTI tertanggal 11 September 2020, dan dalam Berita Acara Pemeriksaan, Berita Acara Penggeledahan dan Berita Acara Penyitaan Nomor POM-05.03/CFM.01/SOP.01/K.01.92 tertanggal 11 September 2020 yaitu : atas dugaan Tindak Pidana dibidang obat dan makanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan yang berbunyi : Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi standard Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

 

Bahwa keberatan Pemohon yang menjadi alasan Pemohon mengajukan praperadilan atas Penggeledahan dan Penyitaan Barang milik Pemohon dapat dijelaskan sebagai berikut :

 

PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN MENYALAHI PROSEDUR HUKUM KARENA TERMOHON MELAKUKAN PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN TIDAK BERDASARKAN KUHAP

 

Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkontitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;

 

Bahwa berdasarkan pada Pasal 33 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi dasar hukum dalam Penggeledahan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yakni Termohon Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan harus dilakukan dengan adanya surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat;

 

Bahwa berdasarkan pada Pasal 38 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur tentang Proses Penyitaan atas barang-barang yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP merupakan pedoman terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (PPNS BBPOM) dalam melakukan upaya Penyitaan;

 

Bahwa sebagaimana diketahui dalam Surat Perintah Penggeledan dan Penyitaan Barang milik Pemohon yang dilakukan oleh Termohon tidak melampirkan Surat Izin Penggeledahan dan Penyitaan dari Pengadilan Negeri Pematangsiantar Kelas IB dalam kapasitas Termohon menggeledah rumah/tempat Pemohon dan menyita barang milik Pemohon sebagai pemilik Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 karung. Hal itu dapat Pemohon buktikan berdasarkan pada Surat Perintah Penggeledahan Nomor 19/SP-DAH/PPNS/BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020, Surat Perintah Penyitaan   Nomor : 19/SP-SITA/PPNS/ BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020 yang diterima oleh Pemohon yang diberikan Termohon dalam Menggeledah Dan Menyita barang milik Pemohon sebagai Pemilik Barang, dan dalam Berita Acara Pemeriksaan, Termohon sudah langsung Menggeledah rumah/tempat usaha Pemohon serta melakukan Penyitaan Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 karung yang terlampir dalam Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti tertanggal 11 September 2020;

 

Bahwa Pemohon tidak pernah diberikan Surat Izin dari Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar oleh Termohon sebagai sebelum melakukan Penggeledahan di rumah/tempat usaha Pemohon dan Pemohon tidak pernah diberikan Surat Izin dari Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar oleh Termohon sebelum melakukan Penyitaan Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 karung yang terlampir dalam Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti tertanggal 11 September 2020, sehingga Pemohon tidak dapat melakukan klarifikasi terhadap apa yang dilakukan oleh Termohon. Pemohon hanya disuruh untuk menandatangani Surat-Surat yang dibuat oleh Termohon sebagai dugaan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 Undang Undang RI No. 18 tahun 2012 tentang Pangan;

 

Bahwa untuk itu berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 yang memasukkan Penggeledahan dan Penyitaan sebagai objek Praperadilan Tidak berdasarkan prosedur Hukum yang berlaku yang telah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon, Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan, penggeledahan dan penyitaan oleh Termohon dalam hal ini Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan;

 

Bahwa dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa melampirkan Surat Izin Penggeledahan di rumah/tempat Pemohon dan Surat Izin Penyitaan terhadap barang milik Pemohon merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus di BATALKAN tentang PENGGELEDAHAN di rumah/tempat Pemohon dan PENYITAAN terhadap barang milik diri Pemohon oleh Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara A quo.

 

Bahwa berdasarkan argumentasi hukum sebagaimana Pemohon uraikan di atas maka sudah sangat jelas dan tak terbantahkan bahwa tindakan Termohon melakukan Penggeledahan di rumah/tempat Pemohon dan melakukan Penyitaan barang milik Pemohon atas dugaan perkara Tindak Pidana, yaitu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 Undang Undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, merupakan tindakan sewenang- wenang atau tindakan penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of Power) karena tindakan Penggeledahan rumah/tempat Pemohon dan Penyitaan Barang milik Pemohon dapat dikategorikan sebagai bentuk penyimpangan dalam jabatan dan tindakan melanggar hukum serta tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang sangat merugikan Pemohon;

 

Bahwa karena tindakan Termohon dalam melakukan Penggeledahan di rumah/tempat Pemohon dan Penyitaan terhadap barang milik Pemohon merupakan bentuk penyimpangan dalam jabatan dan tindakan melanggar hukum serta tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang pada hakekatnya merupakan tindakan yang melanggar ketentuan KUHAP, maka Penggeledahan di rumah/tempat Pemohon dan Penyitaan Barang Pemohon sebagai Pemilik Barang dalam dugaan perkara Tindak Pidana dibidang Pangan, yaitu dugaan tindak pidana sebagaimana dalam Pasal 140 Undang Undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan TIDAK SAH DAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM;

 

PENGGELEDAHAN dan PENYITAAN  DENGAN CARA-CARA TIDAK SAH.

 

Bahwa menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan Tersangkanya;

 

Bahwa aturan hukum dalam melakukan Penggeledahan menurut ketentuan Pasal 33 KUHAP harus dengan Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri setempat Penyidik dalam melakukan Penyidikan dapat mengadakan Penggeledahan yang diperlukan ;

 

Bahwa aturan hukum dalam melakukan Penyitaan Pasal 38 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri setempat Penyidik dalam melakukan Penyitaan dapat mengadakan Penyitaan yang diperlukan ;

 

Bahwa dengan merujuk pada Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 Penggeledahan dan Penyitaan adalah bagian dari proses penyidikan yang di dalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang;

 

Bahwa dengan demikian pengertian Penggeledahan dan Penyitaan adalah merupakan tindakan penyidik sebagai bagian dari proses penyidikan, yang berdasarkan aturan hukum yang berlaku untuk menggeledah dan menyita barang milik seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana;

 

Bahwa merujuk kepada Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 pada halaman 106 poin 2, yang menyatakan bahwa

 

“sepanjang menyangkut penggeledahan dan penyitaan, Mahkamah dalam Putusan Nomor 65/PUU-IX/2011 tertanggal 1 Mei 2012, yang mengadili dalam kaitannya Salah satu pengaturan kedudukan yang sama di hadapan hukum yang diatur dalam KUHAP tersebut adalah adanya sistem praperadilan sebagai salah satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penyidikan, penuntutan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, baik yang disertai dengan permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi atau pun tidak. Adapun maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi dalam proses praperadilan adalah tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Dengan demikian dibuatnya sistem praperadilan yang diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP adalah untuk kepentingan pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Kehadiran KUHAP dimaksudkan untuk mengoreksi pengalaman praktik peradilan masa lalu, di bawah aturan HIR, yang tidak sejalan dengan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Selain itu, KUHAP memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia bagi tersangka atau terdakwa untuk membela kepentingannya di dalam proses hukum...”

 

Bahwa Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi dimaksud selengkapnya tertulis sebagai berikut : Dengan pertimbangan di atas, secara implisit Mahkamah sesungguhnya sudah menyatakan pendapatnya bahwa penggeledahan dan penyitaan merupakan bagian dari mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang- wenang dari penyidik atau penuntut umum dan karenanya termasuk dalam ruang lingkup praperadilan. Oleh karena itu, permohonan Pemohon mengenai penggeledahan dan penyitaan beralasan menurut hukum;

 

Bahwa menurut ketentuan Pasal 1 angka 17 KUHAP, yang dimaksud dengan penggeledahan rumah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

 

Bahwa menurut ketentuan Pasal 32 KUHAP, untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang yang berlaku. Bunyi lengkap ketentuan Pasal 32 KUHAP adalah sebagai berikut :

 

“Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini;”

Bahwa menurut ketentuan Pasal 32 KUHAP ini penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang diatur dalam KUHAP. Tata cara penggeledahan menurut KUHAP diatur dalam Pasal 33 KUHAP;
Bahwa menurut ketentuan Pasal 33 ayat (1) KUHAP penggeledahan dilakukan harus berdasar izin Ketua Pengadilan setempat. Bunyi lengkap ketentuan Pasal 33 ayat (1) KUHAP adalah sebagai berikut : “Dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan;”
Bahwa menurut ketentuan Pasal 33 ayat (1) KUHAP surat izin  Ketua Pengadilan Negeri merupakan dasar hukum bagi penyidik untuk melakukan penggeledahan terhadap sebuah tempat jika diperlukan dalam proses penyidikan;
Bahwa pada Jumat tanggal 11 September 2020, Termohon telah melakukan penggeledahan ke tempat/rumah  Pemohon, namun tindakan penggeledahan itu tidak menyertakan izin dari Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar Kls IB sebagaimana dimaksud oleh ketentuan Pasal 33 ayat (1) KUHAP, fakta ini dapat diketahui dari dokumen Berita Acara Penggeledahan tertanggal 11 September 2020, yang  ditanda  tangani  oleh  4  (empat)  orang  PPNS  yang melakukan penggeledahan yaitu : Sdr. Drs. RAMSES, Sdr. NOVITA BR. SARAGIH, S.Farm.,Apt., Sdr.DIFA ANANDA,S.Farm , dan RAMLI SINAGA;

 

Adapun melakukan penggeledahan adalah:

Surat Perintah Tugas Nomor : PD.03.02.09.92.924.09.20.925 tertanggal 7 September 2020;
Surat Perintah Penggeledahan Nomor : 19/SP-DAH/PPNS/BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020;

 

Dan dari dokumen Berita Acara Penggeledahan tertanggal 11 September 2020,  yang ditanda tangani oleh 4  (empat)  orang  PPNS  yang melakukan penggeledahan yaitu : Sdr. Drs. RAMSES, Sdr. NOVITA BR. SARAGIH, S.Farm.,Apt., Sdr.DIFA ANANDA,S.Farm , dan Sdr. RAMLI SINAGA.

Yang mana dasar yang digunakan oleh Termohon dalam melakukan penggeledahan adalah :

Surat Perintah Tugas NOMOR.PD.03.02.09.92.924.09.20.925 tertanggal 7 September 2020;
Surat Perintah Penggeledahan Nomor : 19/SP-DAH/PPNS/BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020;

 

Bahwa saat BBPOM di Medan datang ke rumah/tempat Pemohon di Jl. Prambanan LK-II No. 30, Kota Pematangsiantar tidak ada penggunaan Caustic Soda Flake 98% oleh Pemohon, hanya saja Termohon mengatakan kepada Pemohon agar tidak memberitahukan kedatangan Termohon kepada Polisi, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan Media. Bahwa Pemohon tidak mengerti apa maksud dari perkataan Termohon tersebut;

Bahwa berdasarkan uraian di atas, sudah sangat jelas bahwa penggeledahan yang dilakukan oleh Termohon atas rumah/tempat Pemohon adalah tindakan yang tidak berdasar hukum atau tindakan melanggar hukum karena dilakukan oleh Termohon dengan tidak berdasar pada ketentuan Pasal 33 ayat (1) KUHAP. Dan oleh karenanya segala hasil turutannya dari tindakan pengeledahan seperti Berita Acara Penggeledahan, Berita Acara Penyitaan dan Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti, menjadi tidak sah;

 

Bahwa menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan; Bunyi lengkap ketentuan Pasal 1 angka 16 KUHAP adalah sebagai berikut : “penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.”;

 

Bahwa menurut ketentuan Pasal 38 ayat (1) KUHAP, Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Bunyi selengkapnya ketentuan dimaksud adalah sebagai berikut :

“Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.”

Bahwa pada hari Jumat, tanggal 11 September 2020 sekira pukul 10.15, Termohon telah melakukan penyitaan barang-barang milik Pemohon berupa Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg tanpa disertai izin dari Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar Kls IB sebagai dasar hukum melakukan penyitaan yang diharuskan menurut ketentuan Pasal 38 Ayat (1) KUHAP. Fakta ini dapat diketahui dari dokumen Berita Acara Penyitaan tertanggal 11 September 2020 yang ditandatangani oleh 3 orang PPNS, yaitu : Sdr. Drs. RAMSES, Sdr. NOVITA BR. SARAGIH, S.Farm.,Apt., Sdr.DIFA ANANDA,S.Farm , dimana dasar yang digunakan oleh Termohon dalam melakukan penyitaan adalah :

 

Surat Perintah Tugas NOMOR.PD.03.02.09.92.924.09.20.925 tertanggal 7 September 2020;
Surat Perintah  Penyitaan Nomor : 19/SP-SITA/PPNS/BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020;

 

Bahwa berdasarkan uraian di atas, sudah sangat jelas bahwa penyitaan yang dilakukan oleh Termohon terhadap barang-barang milik Pemohon berupa Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 karung tanpa disertai izin dari Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar Kls IB adalah tindakan yang tidak berdasar hukum atau tindakan melanggar hukum karena dilakukan dengan tidak memenuhi ketentuan Pasal 38 ayat (1) KUHAP. Dan oleh karenanya segala  hasil  ikutan  dari  tindakan  penyitaan  yang  dilakukan  oleh Termohon seperti Berita Acara Penyitaan beserta Lampirannya menjadi  tidak sah;
Bahwa apabila Termohon beralasan bahwa tindakan penyitaan yang dilakukan oleh Termohon mengacu pada ketentuan Pasal 38 ayat (2) KUHAP, maka alasan itupun tidak dapat dibenarkan karena ketentuan Pasal 38 ayat (2) KUHAP hanya dapat dilakukan DALAM KEADAAN MENDESAK DAN SEGERA harus melaporkan tindakannya itu kepada Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar untuk mendapat persetujuan, sedangkan faktanya tindakan penyitaan yang dilakukan oleh Termohon tidak dalam keadaan mendesak dan tidak ada persetujuan dari Ketua  Pengadilan Negeri Pematangsiantar Kls IB. Tindakan penyitaan yang dilakukan oleh Termohon bukan keadaan mendesak dapat diketahui dari kronologi sebagai berikut :

Tanggal 11 September 2020, Termohon melakukan Penggeledahan di tempat/rumah Pemohon; (Vide Berita Acara Penggeledahan tanggal 11 September 2020);
Tanggal 11 September 2020, Termohon melakukan penyitaan terhadap barang milik Pemohon berupa Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 Karung seharga Rp 10.750.000,- (Vide Berita Acara Penyitaan tanggal 11 September 2020);

 

Bahwa setelah Termohon melakukan Penyitaan terhadap Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 Karung tersebut, Pemohon menerima komunikasi dari telepon dari seseorang yang mengaku pegawai BBPOM di Medan yang mengatakan bahwa Termohon sudah mengirimkan 2 (dua) kali Surat Panggilan kepada Pemohon melalui Kantor Pos, dan menambahkan apabila Surat Panggilan ke 3 (tiga) dilayangkan, maka Pemohon akan dibawa/diperiksa dengan upaya paksa oleh Termohon. Bahwa pada kenyataannya Pemohon belum pernah menerima Surat Panggilan apapun dari Termohon terhitung sejak tanggal 11 September 2020 hingga Permohonan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Pematangsiantar;

Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan alasan hukum sebagaimana diuraikan di atas maka sudah tak terbantahkan lagi bahwa tindakan penggeledahan terhadap rumah/bangunan milik Pemohon dan tindakan Penyitaan yang dilakukan oleh Termohon terhadap barang bergerak berupa Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 Karung milik Pemohon adalah tindakan yang melanggar hukum dan oleh karena itu bukti-bukti yang diperoleh dari tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Termohon dimaksud adalah menjadi tidak sah sebagai alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 184 Ayat (1) KUHAP;
Bahwa berdasarkan argumentasi dan alasan-alasan serta fakta-fakta hukum sebagaimana telah jelas dan tegas diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penetapan Tersangka kepada Pemohon oleh Termohon melalui baik dalam konteks kewenangan, mekanisme (prosedur) dan dasar hukumnya adalah TINDAKAN YANG MELANGGAR PROSEDUR DAN TIDAK BERDASAR HUKUM; Dengan demikian PENGGELEDAHAN dan PENYITAAN TERMOHON adalah tidak sah.

 

PERMOHONAN

 

Berdasarkan seluruh uraian diatas, Pemohon dengan hormat kepada Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar cq. Hakim Pemeriksa Permohonan Praperadilan aquo untuk berkenan kiranya menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

M E N G A D I L I :

Bahwa oleh karena itu Pemohon memohon kepada Yang Mulia Hakim Pengadilan Negeri Pematangsiantar Khusus yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat menjatuhkan putusan sebagai berikut :

Menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon diterima seluruhnya;
Menyatakan tindakan Termohon yang melakukan Penggeledahan dan Penyitaan di rumah/tempat Pemohon sebagai pemilik barang Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 karung atas dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 140 Undang Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan melalui Surat SURAT PERINTAH PENGGELEDAHAN Nomor 19/SP-DAH/PPNS/BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020, SURAT PERINTAH PENYITAAN   Nomor : 19/SP-SITA/PPNS/ BBPOM/IX/2020 tertanggal 11 September 2020 dan SURAT TANDA PENERIMAAN BARANG BUKTI tertanggal 11 September 2020 berikut lampirannya yaitu Daftar Barang Bukti Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 karung seharga , dan dalam Berita Acara Pemeriksaan, Berita Acara Penggeledahan dan Berita Acara Penyitaan Nomor POM-05.03/CFM.01/SOP.01/K.01.92 tertanggal 11 September 2020 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum dan oleh karenanya dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 Undang Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan terhadap barang milik Pemohon aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan tindakan penyidikan terhadap Pemohon;
Menyatakan tindakan penggeledahan dan penyitaan berserta akibat turutannya yang dilakukan oleh Termohon tidak sah menurut hukum yang berlaku aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Menyatakan bukti-bukti yang diperoleh dari tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Termohon dinyatakan tidak sah menurut hukum yang berlaku aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Mengembalikan kepada Pemohon Barang Bukti produksi Caustic Soda Flake 98% @ 25 Kg sejumlah 43 karung seharga Rp. 10.750.000,00 yang diperoleh dari tindakan Penyitaan yang dilakukan oleh Termohon sebagaimana yang tercantum dalam Berita Acara Penyitaan tanggal 11 September 2020 dan Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti tanggal 11 September 2020 beserta lampirannya untuk dipergunakan sesuai peruntukannya;
Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan  hukum yang berlaku.

 
Atau
Apabila Hakim berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).
 

Demikian Permohonan Praperadilan disampaikan, atas perhatian dan perkenaan Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar Cq. Hakim Praperadilan Pemeriksa Permohonan aquo diucapkan terima kasih.

 

 

Hormat Pemohon Praperadilan,

Kuasa Hukumnya

LEMBAGA BANTUAN HUKUM SIANTAR-SIMALUNGUN

(LBH S-S)

 

 

 

 

 

BESAR BANJARNAHOR, S.H                                               DAME JONGGI GULTOM, S.H

 

 

 

 

RUTH NAOLA PURBA, S.H                                    KESITA EVA L.TOBING, S.H., MH

 

Pihak Dipublikasikan Ya